English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Diberdayakan oleh Blogger.

Kado Untuk Yang Akan Menikah..

Posted on
  • by
  • Sayyid Abu Bakar A.R
  • in
  • Label: ,
  • MENUJU KELUARGA SAKINAH

    “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha luas (pemberiannya) lagi Maha Mengetahui . (QS. Surat Annur:32).




    “Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kamu telah memiliki kemampuan, maka hendaklah ia kawin, karena dengan menikah dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, dan barangsiapa yang belum mampu hendaklah ia berpuasa, karena dengan puasa itu dapat menjadi penghalang.”(HR. Bukhari dan Muslim)




    “Manakala seseorang telah beristeri, berarti ia telah menyempurnakan separuh agama. Maka takutlah keapada Allah untuk menyempurnakan separuh lainnya” (HR. Bayhaqi)




    Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah; pejuang di jalan Allah, mukatib (budak yang membeli dirinya dari tuannya) yang mau melunasi pembayarannya dan orang yang menikah karena hendak menjauhkan diri dari yang haram” (HR Turmudzi)


    Sebagai sebuah ibadah, pernikahan memiliki sejumlah tujuan mulia. Memahami tujuan itu sangatlah penting guna menghindarkan pernikahan bergerak tak tentu arah yang akan membuatnya sia-sia tak bermakna. Tujuan-tujuan itu adalah 1) mewujudkan mawaddah dan rahmat, yakni terjalinnya cinta kasih dan tergapainya ketentraman hati (sakinah) (ar-Rum 21); 2) Melanjutkan keturunan dan menghindarkan dosa; 3) mempererat tali silaturahim; 4) sebagai sarana dakwah; 5) menggapai mardhatillah. Jika demikian tujuan pernikahan yang sebenarnya, maka dapat dipastikan bahwa suatu pernikahan yang tidak diarahkan untuk mewujudkan keluarga sakinah, berarti jauh dari apa yang diajarkan oleh Islam. Lalu, apa ukuran sebuah keluarga disebut sakinah?



    Keluarga Sakinah: Keluarga dengan Enam Kebahagiaan


    Keluarga sakinah adalah keluarga dengan enam kebahagiaan yang terlahir dari usaha keras pasangan suami isteri dalam memenuhi semua hak dan kewajiban, baik kewajiban perorangan maupun kewajiban bersama. Teramat jelas bagaimana Allah dan RasulNya menuntun kita untuk mencapai tiap kebahagiaan itu. Enam kebahagiaan yang dimaksud adalah:



    1. Kebahagiaan Finansial

    Kepala keluarga wajib mencukupi kebutuhan nafakah isteri dan anak-anaknya dengan berbagai usaha yang halal. Kebahagiaan Finansial adalah ketika kebutuhan asasi seperti sandang, papan dan pangan, serta kebutuhan dharuri seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, terlebih bila kebutuhan kamali dapat dipenuhi. Sehingga keluarga itu dapat hidup sejahtera, mandiri, bahkan bisa memberi.



    2. Kebahagiaan Seksual

    Sudah menjadi fitrahnya, dalam kehidupan rumah tangga, suami isteri ingin meraih kepuasan seksual. Islam menuntutkan agar isteri senantiasa bersiap memenuhi panggilan suami, tapi juga diajarkan agar suami selalu memperhatikan pemenuhan kebutuhan seksual isteri. Ketika sepasang suami isteri secara bersama dapat mencapai kepuasan seksual, maka mereka akan merasakan kebahagiaan seksual. Terlebih bila dari aktifitas seksual itu kemudian terlahir anak, dan dengan pendidikan yang baik, tumbuh menjadi anak yang shalih dan shalihah, kebahagiaan akan semakin memuncak.



    3. Kebahagian Intelektual

    Untuk menjalani hidup dengan sebaik-baiknya menurut tolok ukur Islam, juga untuk mampu mengatasi secara cepat dan tepat setiap problematika keluarga yang timbul, diperlukan pengetahuan akan ara’ (pendapat), afkar (pemikiran) dan ahkam (hukum-hukum) Islam pada pasangan suami isteri. Maka menuntut ilmu (tsaqofah Islam) adalah wajib. Ketika sepasang suami isteri memiliki pemahaman dan ilmu Islam yang cukup sedemikian sehingga kebutuhan pemahaman dan ilmu untuk hidup secara Islami dan menjawab setiap masalah tercukupi, mereka akan merasakan suatu kebahagiaan karena hidup akan dirasakan lebih terkendali, terang dan mantap. Pengetahuan memang akan mendatangkan kebahagiaan. Sebagaimana kebodohan mendatangkan kesedihan, karena kebodohan menimbulkan kebingungan, keraguan dan awal kesalahan. Inilah yang disebut kebahagiaan intelektual.


    4. Kebahagiaan Moral

    Suami wajib menggauli isteri dengan ma’ruf. Isteri juga wajib bersikap sopan dan patuh kepada suami. Suami isteri bersikap sayang kepada anak-anak, sementara anak wajib bersikap hormat kepada kedua orang tuanya. Ketika pergaulan antar anggota keluarga, juga dengan karib kerabat dan tetangga, senantiasa dihiasi dengan akhlaq mulia, akan terciptalah kebahagiaan moral. Masing-masing akan merasa nyaman dan tenteram tinggal di rumah itu. Rumah akan benar-benar dirasakan sebagai tempat yang memberikan ketenangan, kebahagiaan, kedamaian dan perlindungan, bukan sebaliknya keresahan, pertentangan dan keributan yang membuat para penghuninya tidak betah tinggal di sana.


    5. Kebahagiaan Spiritual

    Salah satu kewajiban bersama suami isteri adalah melaksanakan ibadah-ibadah mahdah seperti shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya. Ketika sebuah keluarga terdiri dari pasangan suami isteri dan anak-anaknya rajin beribadah, dan dalam momen-momen tertentu memenuhi anjuran Allah dan Rasulnya untuk melaksanakannya secara bersama, seperti shalat berjamaah, dzikr, membaca al-Qur’an, puasa sunnah dan sebagainya, maka kehidupan rumah tangga itu akan dihiasi oleh suasana religius dengan aura spiritual yang kental. Mereka merasakan secara bersama nikmatnya beribadah kepada Allah. Inilah yang disebut kebahagiaan spiritual.


    6. Kebahagiaan Ideologis

    Jelas sekali, keluarga dalam Islam, sebagaimana ditunjukkan oleh keluarga Rasulullah, bukan hanya dibentuk untuk memenuhi kebutuhan individu, tapi juga memuat misi keumatan. Yakni sebagai basis para pejuang Islam dalam usahanya menegakkan risalah Islam. Dengan misi itu, berarti masing-masing anggota keluarga diarahkan untuk memiliki peran yang nyata dalam dakwah. Termasuk anak-anak yang terlahir dididik untuk menjadi kader dakwah yang tangguh di masa mendatang. Nah, keluarga yang mampu merealisasikan misi Islam yang amat mulia inilah yang merupakan keluarga muslim yang sebenarnya. Ketika suami isteri dan anak anak mereka merasa mampu mengayuh biduk rumah tangganya dalam kerangka misi tersebut, pasti mereka akan merasakan suatu kebahagiaan tersendiri. Kebahagiaan itu kita sebut kebahagiaan ideologis.



    Mana dari enam kebahagiaan itu yang utama? Tergantung pada persepsi atau kerangka pandang dan pemahaman pasangan suami isteri. Keluarga Rasulullah dibangun dalam kerangka perjuangan. Inilah keluarga teladan dengan kebahagiaan ideologis. Tapi berdasarkan riwayat-riwayat yang sangat jelas, Rasul juga mampu menciptakan bagi keluarganya kebahagiaan intelektual, kebahagiaan moral, spiritual, bahkan pula termasuk kebahagiaan seksual. Secara finansial, Rasul memang hidup dalam kesahajaan. Tapi siapa sangka mereka juga ternyata merasakan kebahagiaan finansial. Karena kebahagiaan yang terakhir ini tidak ditentukan oleh jumlah harta yang dimiliki, tapi oleh perasaan qanaah (perasaan cukup) atas rizki yang Allah karuniakan.




    Prinsip Menuju Keluarga Sakinah



    Teramat jelas, Islam mengajarkan kepada umatnya bagaimana sebuah keluarga harus dibangun. Tujuan ideal pernikahan dalam pandangan Islam akan tercapai secara kongkrit bila prinsip-prinsip Islam berikut segenap aturan-aturan praktisnya dilaksanakan secara konsisten. Beberapa prinsip menuju terbentuknya keluarga muslim yang sakinah adalah:


    1. Islam memandang perkawinan sebagai “perjanjian yang berat (mitsaqan ghalidza)” (An Nisa 21) yang menuntut setiap orang yang terikat di dalamnya untuk memenuhi hak dan kewajibannya. Islam mengatur hak dan kewajiban suami isteri , orang tua dan anak-anak, serta hubungan mereka dengan keluarga yang lain.


    2. Islam memandang setiap anggota keluarga sebagai pemimpin dalam kedudukannya masing-masing. Nabi berkata, “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan ditanya tentang kepemimpinannya; seorang isteri adalah pemimpin di rumah isterinya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya.; seorang pembantu adalah pemimpin dalam harta majikannya, dan akan ditanya tentang kepemimpinannya; setiap kamu adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya” (HR. Bukhari Muslim).



    3. Harus disadari bahwa sebagai pemimpin dalam kedudukannya masing-masing dan dengan kewajiban melaksanakan hak dan kewajibannya, semua itu akan dimintai pertannggungjawaban di akhirat kelak. Artinya, pernikahan dalam Islam bukan hanya berdimensi duniawi tapi juga ukhrawi. Dengan kata lain, pernikahan haruslah dipandang sebagai bagian dari amal shaleh untuk menciptakan pahala sebanyak-banyaknya dalam kedudukan masing-masing melalui pelaksanaan hak dan kewajiban dengan sebaik-baiknya.


    4. Islam mengajarkan prinsip adil dalam membina keluarga. Adil berarti meletakkan fungsi-fungsi keluarga secara memadai. Islam meletakkan fungsi keagamaan (ibadah dan amal shaleh) sebagai fungsi paling utama keluarga. Bersumber dari fungsi keagamaan inilah, keluarga menghidupkan fungsi reproduksi, edukasi, melindungi dan kasih sayang. Fungsi ekonomi, sosial dan rekreatif akan tumbuh sendiri bila fungsi-fungsi yang disebut sebelumnya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.



    Sebagai satuan terkecil dalam sistem sosial umat Islam, keluarga muslim dipandang tidak saja sebagai tempat ketentraman, cinta dan kasih sayang, tapi juga sebagai suatu perjanjian berat yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Maka, setiap keluarga muslim adalah masjid yang memberikan pengalaman beragama bagi anggota-anggotanya; sebuah madrasah yang mengajarkan norma norma Islam; sebuah benteng yang melindungi anggota keluarga dari berbagai gangguan (fisik dan non fisik), sebuah rumah sakit yang memelihara dan merawat kesehatan jasmani dan ruhani anggota keluarga; keluarga juga bagaikan sebuah kompi dalam hizbullah yang turut serta dalam perjuangan menegakkan risalah Islam. Dari kompi ini pula dilahirkan kader-kader pejuang Islam.
     
    Copyright (c) 2010 Foryou.Info